Updated by April 28th, 2025
Ogasawara, Shin Nihon Building Service

Datang ke Jepang karena Pernikahan, 10 Tahun Bekerja Paruh Waktu di Houskeeping dan Menjadi Mentor

ANI OGASAWARA
Kelahiran 1980 Asal Bali

Menikah dengan Pria Jepang yang Ditemuinya di Bali

Ogasawara lahir dan besar di Bali, salah satu pulau di Indonesia yang dikenal sebagai destinasi wisata yang populer di dunia. Karena ada lapangan golf di dekat rumah orang tuanya, ia sering menyapa staf dan turis Jepang dengan kata-kata sederhana seperti ‘konnichiwa’ dan ‘arigatou gozaimasu’. Dari situ, tumbuhlah rasa akrab yang perlahan membuat Jepang terasa tak asing lagi baginya.

Setelah lulus SMA, Ogasawara melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan dan memanfaatkan ilmu yang ia peroleh untuk bekerja di sebuah kantor administrasi keuangan. Di masa itu, ia bertemu dengan seorang pria Jepang yang tengah berwisata dan secara kebetulan mengunjungi lapangan golf di dekat rumahnya. Pertemuan tersebut menjadi awal kisah cinta mereka. Setelah memutuskan untuk menikah, Ogasawara mulai mengikuti kelas bahasa Jepang dua kali seminggu dan berhasil menguasai percakapan sehari-hari. Pada tahun 2008, mereka resmi menikah dan Ogasawara pun pindah ke Jepang, memulai kehidupan barunya di Tokyo, tempat sang suami bekerja.

Sempat menjadi ibu rumah tangga setelah menikah, Ogasawara akhirnya mendapat ajakan untuk bekerja dari gereja yang ia kunjungi setiap Minggu.

“Ibu-ibu Indonesia yang saya temui di gereja banyak yang bekerja paruh waktu di bidang kebersihan, dan mereka mengajak saya bekerja paruh waktu bersama. Saya pun merasa itu lebih baik daripada hanya diam di rumah, dan ingin mencobanya.”

Pada tahun 2014, Ogasawara mulai bekerja paruh waktu di bidang building maintenance dan perhotelan di perusahaan Shin Nihon Service.

Menangani Pekerjaan Kebersihan di Hotel Bisnis dan Sekolah

Tugas pertamanya dimulai di sebuah hotel terkenal di Shinjuku. Bekerja di hotel mewah bintang 5 dengan kamar-kamarnya yang luas membuatnya harus menghadapi pekerjaan yang cukup berat.

“Untuk kamar tidur tipe keluarga dengan empat kasur, saya membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menyelesaikan semuanya. Hasilnya, saya berhasil menurunkan 6 kg dalam tiga bulan. Namun, seiring berjalannya waktu, saya belajar untuk bekerja lebih cepat, efisien, dan menghasilkan pekerjaan yang lebih rapi, sehingga saya semakin terbiasa.”

Saat ini, Ogasawara bekerja di dua tempat sekaligus dalam satu hari. Pekerjaannya dimulai dari pukul 6 pagi dengan membersihkan ruangan seperti ruang staf, ruang aula, toilet, dan area lain selain ruang kelas di sebuah SMA swasta di Distrik Minato, serta membuang sampah. Usai bekerja pukul 9 pagi, ia melanjutkan perjalanan dengan kereta ke tempat kerja berikutnya, sebuah hotel bisnis di Gotanda. Ia bekerja dari pukul 9 pagi hingga 2 siang menangani pekerjaan house keeping untuk sekitar 14 kamar seorang diri.

“Karena ukuran kamar di hotel bisnis tidak terlalu besar, saya bisa menyelesaikan satu kamar dalam 20 menit, atau 30 menit jika kondisinya sangat kotor. Kamar yang digunakan untuk menginap lebih dari semalam memerlukan perhatian ekstra. Secara prinsip, barang-barang pribadi tamu tidak boleh disentuh atau dipindahkan, namun jika ada situasi yang sulit untuk diputuskan, saya biasanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan kepala tim atau staf resepsionis hotel.”

Hal Penting untuk Menjalani Karier Jangka Panjang di Jepang

Salah satu budaya Jepang yang mulai digemari Ogasawara setelah datang ke Jepang adalah kimono. Ia belajar bagaimana cara memakai kimono dari guru kimono yang merupakan kenalan suaminya, dan sekarang ia sudah bisa memakai kimono sendiri dalam waktu kurang dari satu jam. Tentu saja, ia juga pergi ke festival mengenakan yukata, dan menghadiri pernikahan teman dengan mengenakan hōmongi​ (kimono semi-formal).

Hingga kini, Ogasawara telah tinggal selama 17 tahun dan bekerja selama 10 tahun di Jepang. Menurutnya, untuk bisa menetap dan bekerja dalam jangka panjang di Jepang, sangat penting untuk selalu mematuhi aturan dan etika yang berlaku di sana.

“Saya ditempa cukup keras oleh suami saya sendiri,” ujar Ogasawara sambil tertawa. “Orang Indonesia umumnya lebih santai. Di Indonesia, misalnya, wajar saja datang ke rumah teman tanpa janji terlebih dahulu. Tapi di Jepang, hal seperti itu bisa dianggap tidak sopan. Saya yakin banyak orang Indonesia sebenarnya tahu aturan-aturan seperti ini, tapi yang penting adalah apakah bisa benar-benar menerapkannya atau tidak.”

Di tempat kerja, Ogasawara juga berperan sebagai mentor bagi staf junior dan mahasiswa paruh waktu. Sebagai sosok senior, ia tegas namun perhatian. Ia tahu kapan harus memberikan arahan yang jelas dan tegas, namun juga selalu memberi pujian saat seseorang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik.

“Selama 10 tahun bekerja, saya telah bertemu dengan berbagai macam orang. Ada saat di mana saya mengajarkan seseorang dan orang tersebut memutuskan untuk berhenti setelah seminggu bekerja, dan itu cukup membuat saya kecewa. Padahal, mereka bisa belajar teknik housekeeping profesional sambil dibayar, tapi kenapa mereka tidak berusaha lebih keras? Jika memang ingin bekerja lebih lama di Jepang, mereka harus bisa menerima kritik, merenung, dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Tanpa itu, saya rasa mereka tidak akan bertahan lama.”