Updated October 22nd, 2025
Wawancara dengan Manajer SDM M&Operation Co., Ltd. dan Nomuno Co., Ltd.

Menciptakan Kesempatan untuk Memelajari Kuliner Jepang dan Manajemen Restoran

Presiden Direktur M&Operation Co., Ltd. / Direktur Nomuno Co., Ltd.
Hiroshi Sakurai

Sakurai Hiroshi telah berfokus pada perekrutan tenaga kerja asing bahkan sebelum sistem Tokutei Gino diterapkan. Dengan semangat “ingin memajukan pertukaran sumber daya manusia antara Jepang dan luar negeri melalui industri kuliner,” beliau telah memperluas kesempatan bagi pekerja asing untuk berkarier di dunia restoran Jepang.

Saat ini, beliau menjabat sebagai CEO M&Operation Co., Ltd. dan direktur nomuno Co., Ltd. yang didirikan pada tahun 2018, mengelola berbagai restoran di Jepang dan Indonesia. Kami berbincang dengan Sakurai mengenai bagaimana menciptakan lingkungan bagi tenaga kerja asing untuk mempelajari budaya kuliner Jepang, serta sistem dukungan bagi mereka yang ingin memperoleh status Tokutei Gino (Tipe 2).

Merekrut orang yang memiliki semangat bekerja tinggi meskipun pekerjaannya sulit.

――Apa yang menjadi alasan Anda mulai merekrut tenaga kerja asing?

Sembilan belas tahun yang lalu, saya mendirikan perusahaan konsultasi rekrutmen, dan sejak saat itu mulai merekrut tenaga kerja asing dengan tujuan “mendorong pertukaran sumber daya manusia antara Jepang dan luar negeri melalui industri kuliner.”

Pada waktu itu, industri kuliner di Jepang sangat tertutup, dan hampir tidak mungkin bagi orang asing untuk bekerja di Jepang demi mempelajari teknik memasak. Akibatnya, banyak orang yang mengatakan hal seperti “saya belajar di restoran sushi milik orang asing,” meskipun belum tentu benar-benar mempelajari masakan Jepang. Sakurai ingin mengubah keadaan itu dan menciptakan sistem yang memungkinkan orang asing bekerja dan belajar di restoran Jepang.

Namun, saat itu belum ada sistem Tokutei Gino, sehingga perekrutan tenaga kerja asing di bidang restoran sangat sulit. Karena itu, ia memutuskan untuk mengelola restoran sendiri dan mempekerjakan tenaga kerja asing di dalamnya.

Awalnya, ia mencoba merekrut melalui visa Engineer/Specialist in Humanities/International Services, tetapi karena pekerjaan di restoran sering dianggap sebagai pekerjaan sederhana, permohonan izin tinggal kami beberapa kali ditolak. Namun, restoran kami sering mengganti menu sesuai musim dan ketersediaan bahan, serta menangani berbagai jenis bahan makanan, sehingga dibutuhkan kemampuan memasak dan manajemen yang tinggi. Setelah berkali-kali mengunjungi kantor imigrasi bersama pengacara administrasi dan menjelaskan dengan cermat, akhirnya kami berhasil mendapatkan izin perekrutan melalui visa tersebut. Saat ini, kami melanjutkan perekrutan dengan memanfaatkan sistem Tokutei Gino.

――Apa kriteria Anda dalam merekrut karyawan?

Kami berfokus pada dua poin utama.

Pertama, tujuan utamanya tidak boleh hanya soal uang. Jika ada pelamar yang menjawab “ingin menghasilkan uang” saat ditanya alasan melamar, saya akan jujur mengatakan, “lebih baik bekerja di tempat lain atau di bidang lain.” Restoran di Jepang pada dasarnya cukup berat, dan ada banyak pekerjaan lain dengan gaji serta kondisi yang lebih baik. Kami memang berusaha memberikan kondisi kerja sebaik mungkin, tetapi jika motivasinya hanya uang, maka tidak perlu bekerja di perusahaan kami.

Kedua, apakah tujuan datang ke Jepang sudah jelas atau belum. Di awal wawancara, saya selalu berkata, “Bekerja di tempat kami sangat sulit, mungkin sebaiknya jangan,” sambil tertawa. Namun, kami justru merekrut orang yang tetap ingin bekerja meski sudah mendengar hal itu.

Restoran yang kami kelola bertujuan menjadi restoran yang ramai, jadi tentu lebih sibuk dibandingkan restoran lain. Terutama “Suginoko” di Bandara Haneda, yang buka 24 jam dan selalu ramai dari pagi hingga malam, sehingga ada hari-hari di mana staf terus bergerak tanpa henti. Untuk bisa bekerja lama di tempat seperti itu, seseorang harus memiliki tujuan yang jelas, seperti “ingin memiliki restoran sendiri di masa depan” atau “benar-benar ingin belajar masakan Jepang.” Tanpa tujuan yang kuat, akan sulit bertahan.

Sebaliknya, jika seseorang memiliki tujuan yang jelas, ia bisa tetap semangat bahkan di lingkungan yang berat dan berkembang lebih cepat. Khususnya bagi mereka yang ingin mandiri dan membuka usaha sendiri, kami dengan senang hati merekrut karena mereka sudah memiliki tekad untuk berjuang demi mewujudkan impian mereka.

Membuat Tes Sendiri untuk Mendukung Perolehan Sertifikasi Tipe 2

――Bagaimana sistem dukungan bagi tenaga kerja asing?

Baik M&Operation maupun nomuno menyediakan berbagai kesempatan belajar bagi para karyawannya. Salah satunya adalah “Tes Bulanan,” yang membantu staf mempelajari pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengelola restoran. Setiap bulan, tes ini mencakup topik seperti perhitungan biaya pokok, produktivitas per jam kerja, dan indeks musiman. Struktur tes dibuat agar peserta dapat membaca penjelasan dasar dan contoh soal sebelum mengerjakan pertanyaan utama. Misalnya, pada sesi “Perhitungan Yield,” dijelaskan terlebih dahulu apa itu yield dan bagaimana cara menghitungnya sebelum soal diberikan.

Saya ingin semua staf asing kami memperoleh sertifikasi sebagai Peserta Tokutei Gino (Tipe 2), dan karena itu kami memulai program ini sekitar satu tahun yang lalu sebagai kesempatan belajar menuju tujuan tersebut. Ujian Tipe 2 untuk bidang kuliner memang sangat sulit, tetapi isi ujian tersebut mencakup pengetahuan yang benar-benar dibutuhkan untuk menjalankan restoran. Dengan pertimbangan itu, program ini kami rancang bukan hanya sebagai persiapan ujian, tetapi juga agar pengetahuan yang dipelajari dapat langsung berguna di tempat kerja.

Selain itu, di M&Operation kami juga memberikan subsidi bulanan sebesar 5.000 yen sebagai “Bantuan Biaya Kunjungan,” bagi karyawan yang mengunjungi restoran lain dan membuat laporan. Sementara di nomuno, kami sedang merencanakan pelatihan khusus bagi tenaga kerja asing agar dapat mempelajari budaya Jepang, bahasa Jepang, serta istilah-istilah teknis yang digunakan di restoran.

――Mengapa Anda sangat menekankan pada penyediaan kesempatan belajar?

Restoran di Jepang memiliki standar yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain, dan saya ingin staf asing kami dapat mempelajari serta merasakan standar tersebut secara langsung.

Berbeda dengan negara-negara yang memiliki budaya memberi tip, di Jepang sebaik apa pun layanan yang diberikan, hal itu jarang berpengaruh besar pada gaji. Namun demikian, para koki di Jepang terus mengasah kemampuan mereka agar penyajian makanan semakin indah, dan berusaha memberikan pelayanan yang sopan serta penuh perhatian demi membuat pelanggan senang. Menurut saya, sikap untuk terus mengejar keterampilan dan kualitas pelayanan tanpa memikirkan untung rugi pribadi inilah yang menjadi keindahan sejati dari budaya kuliner Jepang.

Agar para staf asing dapat memahami hal ini secara lebih mendalam, saya dan para eksekutif lainnya juga sering mengajak mereka makan bersama untuk merasakan langsung budaya kuliner Jepang yang sesungguhnya. Misalnya, jika ada yang ingin belajar teknik membuat tempura, kami akan membawanya ke restoran tempura dengan meja counter agar bisa melihat langsung keterampilan sang koki. Jika ada yang belum pernah makan belut, kami akan mengajaknya ke restoran belut, menjelaskan perbedaan cara memasak gaya Kanto dan Kansai, serta memperkenalkan pisau khusus yang digunakan untuk memotong belut.

“Jangan pernah melupakan tujuan awal”

――Apa yang ingin Anda sampaikan kepada staf asing?

Pada hari pertama mereka bekerja, saya selalu mengajarkan kata “shoshin,” yang berarti “tujuan awal,” agar mereka tidak melupakan perasaan saat pertama kali datang ke Jepang. Di Jepang ada pepatah “Shoshin wasuru bekarazu,” yang artinya “Jangan pernah melupakan sikap rendah hati dan kesungguhan hati saat memulai sesuatu.” Setelah menjelaskan maknanya, saya mengatakan kepada mereka, “Tulislah alasan mengapa kamu datang ke Jepang dan seperti apa masa depan yang ingin kamu capai.”

Saya percaya bahwa “shoshin” inilah yang pada akhirnya menjadi sumber semangat mereka. Sebanyak apa pun kami memberi dorongan atau menyediakan kesempatan belajar, yang benar-benar berjuang tetaplah diri mereka sendiri. Karena itu, saya ingin mereka menyimpan catatan tersebut sebagai semacam “jimat” yang membantu mereka bertahan. Saya selalu berkata, “Jawabannya sudah ada di dalam dirimu sendiri, jadi saat kamu merasa kesulitan, lihatlah kembali catatan itu.”

――Apa harapan Anda terhadap tenaga kerja asing?

Satu hal yang saya harapkan dari mereka adalah agar mereka terus berusaha untuk mencapai impian memiliki restoran atau perusahaan sendiri. Bekerja bersama orang-orang yang memiliki mimpi seperti itu memberi semangat juga bagi staf Jepang, dan meningkatkan motivasi satu sama lain.

Karena itu, saya ingin para staf asing kami terus berusaha untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi, dan pada akhirnya menjadi seorang manajer.

――Pesan untuk orang Indonesia yang ingin bekerja di Jepang

Jika kamu ingin bekerja di Jepang, datanglah dengan tekad dan tujuan yang kuat. Saat ini ada banyak kesempatan kerja di seluruh dunia, bahkan beberapa negara menawarkan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik daripada Jepang. Dalam situasi seperti itu, penting untuk memiliki alasan yang jelas tentang mengapa kamu memilih Jepang.

Jika alasannya kuat, kamu akan mampu melewati masa-masa sulit, dan pengalamanmu di Jepang akan menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berharga. Kami juga akan sepenuhnya mendukung siapa pun yang datang dengan semangat dan tujuan yang kuat seperti itu.

 

Artikel Terkait