Beralih dari Industri Manufaktur ke Keperawatan di Usia 33 Tahun, Samsul Kini Merawat Lansia dengan Penuh Perhatian dan Kepedulian

(SAMSUL MUARIP)
Kelahiran 1989
Asal Jakarta
Dengan Visa Tokutei Ginou, Ia Kembali Menapaki Karier di Jepang
Sejak lulus SMA, Samsul melanjutkan kuliah sambil bekerja di sebuah pabrik di Indonesia. Karena banyak perusahaan Jepang yang beroperasi di Jakarta, kota kelahirannya, Jepang sudah menjadi bagian yang dekat dalam hidupnya.
Pada tahun 2017, ia datang ke Jepang sebagai peserta magang teknis (ginou jisshusei) dan menghabiskan tiga tahun bekerja di sebuah pabrik thinner di Kota Toyota, Prefektur Aichi. Setelah ia menyelesaikan masa magangnya, ia masih memiliki keinginan untuk kembali bekerja di Jepang, ia harus menunda impian tersebut karena pandemi COVID-19 yang melanda saat itu.
Kesempatan itu kembali datang setelah 2 tahun kemudian. Saat itu, masa kontraknya dengan pabrik tempatnya bekerja di Jakarta telah berakhir, sehingga ia harus mulai mencari pekerjaan baru.
“Di Indonesia, banyaknya tenaga kerja muda membuat peluang mendapatkan pekerjaan baru cenderung menurun setelah seseorang berusia di atas 30 tahun. Pada saat saya sedang berpikir apa yang harus saya lakukan selanjutnya, saya menemukan informasi tentang sistem Tokutei Ginou (pekerja berketerampilan spesifik). Bagi saya yang memang ingin kembali ke Jepang dengan pekerjaan apapun, ini benar-benar menjadi sebuah kesempatan.”
Pada awalnya, ia memperoleh visa untuk bidang pertanian yang relatif lebih mudah untuk didapatkan. Namun, meskipun telah mengirimkan banyak lamaran lengkap dengan resume, tak satu pun mendapat balasan. Setelah berkonsultasi dengan agensi mengenai kemungkinan bekerja di bidang lain, ia mendapat rekomendasi untuk mencoba bidang keperawatan (kaigo). Pada tahun 2022, ia pun mulai bekerja di panti jompo khusus Hanamizuki yang berlokasi di Prefektur Saitama.

Menenangkan Lansia dengan Demensia Lewat “Kebohongan Lembut”
Sebagai seseorang yang telah lama bekerja di pabrik, dunia keperawatan terasa sangat asing bagi Samsul.
Yang paling sulit baginya yakni berkomunikasi dengan para para penghuni panti. Berbeda dengan pekerjaan di industri manufaktur yang mengikuti manual dalam membuat produk, pekerjaan di bidang keperawatan atau caregiver menuntut untuk bekerja sambil memikirkan perasaan orang yang dilayani. Ia harus terus berdialog dengan para lansia dan mengambil keputusan berdasarkan kondisi yang berubah-ubah setiap saat.
“Karena tidak bisa dilakukan secara rutin dengan cara yang sama, pendekatan saya terhadap para penghuni panti pun berubah setiap hari. Ada kalanya pekerjaan berjalan lancar hari ini, tetapi keesokan harinya, meskipun melakukan hal yang sama, hasilnya bisa sangat berbeda. Ada banyak hal yang harus dipelajari langsung di lapangan, dan pada awalnya saya benar-benar merasa, ‘Wah, ini berat sekali…’. Berkat sering bertanya pada senior, saya pun mulai terbiasa”

Saat mempraktikkan hal-hal yang saya pelajari dari bimbingan para senior dan sesi pelatihan, Samsul juga mempelajari teknik percakapan ‘kebohongan lembut’. Cara ini dilakukan dengan mengikuti alur pembicaraan lansia yang mengalami kebingungan akibat demensia, tanpa membantah ucapan mereka, agar mereka merasa lebih tenang dan tidak cemas.
Misalnya, saat seorang penghuni yang seharusnya tidak memegang dompet berkata, “Dompet saya hilang!” dan mencarinya, ia tidak akan mengatakan, “Anda tidak membawanya sejak awal,” melainkan menenangkan dengan mengatakan, “Dompetnya ada di kantor, jadi jangan khawatir.” Terkadang, ia juga bekerja sama dengan para senior untuk meredakan kecemasan para penghuni.
Ingin Tinggal di Jepang Bersama dengan Istri dan Anak Tercinta
Bagi Samsul, momen paling berharga setiap harinya adalah ketika ia bisa berbicara dengan keluarganya lewat sambungan telepon. Setiap hari, ia selalu meluangkan waktu sekitar satu setengah jam untuk menelepon istri dan putrinya yang berusia tiga tahun yang tinggal di Indonesia. “Saya ingin melihat wajah putri saya sesering mungkin, meskipun hanya dalam satu hari”, ucapnya.
Cita-citanya saat ini adalah mendapatkan sertifikasi sebagai caregiver dan membawa keluarganya untuk tinggal bersama di Jepang. Ia berencana mengikuti seminar online untuk memperoleh sertifikasi sebagai caregiver yang akan diadakan pada bulan Juli tahun ini, dan terus berusaha keras untuk mencapai tujuannya.
“Ujian sertifikasi caregiver bukanlah hal yang mudah— jumlah kanji yang harus dipahami begitu banyak hingga kerap membuat kepala saya pusing. Namun, saya terus berjuang dengan tekad kuat, karena impian saya adalah bisa hidup bersama keluarga. Indonesia dipenuhi anak muda berbakat, dan saya berharap mereka berani merantau—tak hanya ke Jepang, tapi juga ke negara lain—untuk memperluas wawasan dan menimba pengalaman berharga.”
